Aria Sultan Nangga, adalah salah seorang keturunan Kesultanan Demak.
Pada suatu saat dia diperintah oleh ayahnya untuk menemui pamannya di
Kesultanan Cirebon. Dia sendiri dinikahkan dengan salah seorang putri
dari Kesultanan Cirebon. Pada saat beliau ingin kembali ke Demak
untuk bersilaturahmi dengan ayahnya setelah berlangsungnya pernikahan
dengan putri Cirebon.
Setelah cukup lama berada di Demak, beliau
kembali lagi ke Cirebon. Ayahanda beliau berpesan agar beliau
menyinggahi Luragung untuk menemui kakaknya yang sedang menyebarkan
agama Islam di daerah tersebut. Setelah itu pangeran bersama
rombongan, bertolakj menuju Cirebon. Terdapat sebuah pedukuhan kecil di
tengah hutan belantara yang dihuni oleh segilintir orang. Salah satu
sesepuhnya adalah Buyut Baragajati, yaitu seorang tokoh sakti
mandraguna. Beliau tidak memeluk agama Islam. Kehidupannya dengan
bercocok tanam dan membuat sawah di dekat pedukuhannya. Sawah tersebut
sekarang disebut “Hulu Dayeuh”, yang merupakan sawah pertama di Desa
Pamulihan. Sementara pedukuhan tempat menetap Buyut Baragajati
sekarang ada di sebelah barat Desa Pamulihan. Hingga suatu saat Pangeran
Aria Sultan Nangga beserta rombongan tiba di pedukuhan dan bertemu
dengan Buyut Baragajati. Mereka dipersilahkan hampir dan merasa
betah di tempat tersebut. Dan sejak itu pedukuhan tersebut terkenal
dengan pedukuhan “Sindang Hayu”. Sindang berarti mampir dan hayu berarti
mari. Jadi nama “Sindang Hayu “ berarti ajakan mampir buyut Baragajati
kepada Pangeran Aria Sultan Nangga beserta robongan, pertemuan anatara
pangeran Aria sultan nangga dengan Buyut Baragajati menghasilkan
beberapa butir kesepakatan. Diantaranya adalah : 1. Pedukuhan
Sindanghayu diresmikan menjadi sebuah desa yang dipimpin oleh Buyut
Baragajati dan dikenal dengan nama Ranggamulih, Sebagai benteng
pertahanan untuk melindungi warga Desa itu, Buyut Baragajati
bertanggungjawab terhadap serangan musuh yang datang secara nyata
(terlihat oleh mata lahir). Sedangkan Pangeran sultan nangga
bertanggungjawab terhadap serangan musuh yang datang secara tidak nampak
(ghoib). 2. Pangeran Sultan Aria Nangga dengan rombongan memutuskan
untuk menetap selamanya di pedukuhan Sindanghayu dan tidak akan
meneruskan perjalanan ke Cirebon. Karena rombongan Pangeran Aria Sultan
Nangga sudah resmi menetap di Dukuh Sindanghayu, pada akhirnya menjadi
ramai dan jadilah sebuah desa yang diberi nama Desa Pamulihan. Pulang,
karena perjalanan Pangeran Aria Sultan Nangga dengan rombongan dari
Demak ke Cirebon berakhir dengan menetap di Pamulihan, dan disebutlah
“Pamulihan”. Yaitu pulangnya (mulih) dari Demak hanya sampai di
Pamulihan tidak terus ke Cirebon. Demikianlah, sekilas asal-usul
Desa Pamulihan dan sampai sekarang peninggalan Pangeran Aria Sultan
Nangga masih ada yaitu berupa Baskom yang terbuat dari poslin dan sebuah
tempat piring (panginangan). Kedua benda pusaka tersebut diarak atau
dirayakan tiap tahun pada tanggal 12 Mulud setiap perayaan baskom
digunakan sebagai tempat (wadah) nasi kuning yang diatasnya ditutup
dengan 40 jenis ikan. Kemudian baskom tersebut menurut cerita para
sesepuh jaman dulu bisa menampung nasi dari hasil tumbukan padi satu
sangga sampai tujuh sangga. Susunan Pemerintahan Susunan pemerintahan tidak tercatat tahunnya dari awal, karena terbatasnya informasi yang bisa dihimpun. Susunan pemerintahan yang tercatat adalah 1. Buyut Baragajati (Disebut Kuwu Rangga Mulih) 2. Raden Nursasih (Kuwu Sepuh) 3. Kuwu Raksa 4. Kuwu Musrip 5. Kuwu Maskam 6. Kuwu Korma diperkirakan tahun 1918 7. Kuwu Bonda (pada masa pergolakan) 8. Kuwu Saju (Sastra Perwata) dari tahun 1950-1967 9. Kuwu Dasuhi 1967-1975 10. Kuwu Ardia Haryadi 1975-1995 11. Kuwu Dalil Indra Permana 1995-2010
Tidak ada komentar:
Posting Komentar